HUBUNGI AKU DI 0818253301 atau 08567893775 Sang Guru Erotis: 2009
BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Minggu, 01 November 2009

GURU INSTAN

Zaman sudah sedemikian maju sehingga semuanya serbainstan. Setelah fast-food, akhir-akhir ini dunia pendidikan dihebohkan dengan gagalnya para guru mengikuti sertifikasi guru profesional. oleh karena itu, mereka diwajibkan mengikuti PLPG yang diselenggarakan di universitas yang dianggap"dipercaya" oleh pemerintah. Tak kurang tukang-tukang guru "dosen" memamerkan segala kepiawaian mengajar dengan kemasan diklat atau "work-shop". 

Dosen, yang tadinya biasa-biasa saja pun memamerkan segala metodologi untuk mencetak guru profesional secara instan. Dosen yang tadinya mengamalkan metode CBSA (Catat Bahan Sampai Abis) pun bertingkah seperti aktor penerima piala oscar. Sang murid yang 'guru' juga mencermati cara mengajar yang benar-benar mengajar. Atau dosen yang kesehariannya mengamalkan metode ceramah atau diskusi sebagai andalannya, hari itu memamerkan segala teori dan metodologi sambil berharap peserta didik (yang guru) memberi applaus. Sungguh, sebuah ironi.

Di kelas, peserta sertifikasi pun ikut unjuk gigi. Ada yang membawa laptop (skrg sudah biasa), ada yang membawa roti untuk peragaan, dan masih banyak ide yang dikembangkan di ruang yang akan dihuni selama satu minggu. Semua berorientasi pada satu hal: LULUS! Yang hal ini akan diikuti dengan naiknya tunjangan profesi, yang berarti tunjangan hidup, hidup menjadi lebih sejahtera, hidup menjadi lebih berharga, bisa pamer ke tetangga: mobil baru, sepeda motor gedhe baru, bahkan naik haji supaya pamor mencorong! 

Seminggu berlalu setelah pendidikan berlangsung. Guru kembali ke sekolah masing-masing. Petentang-petenteng seperti supermen yang baru kembali dari rumah kriptonik, dan tentu sambil ngrokok pamer kepada teman-temannya bahwa dia sudah layak menjadi guru profesional.

Kembali ke kelas, kembali pula semua karakter bawaan lahir. Mereka memiliki motto "Toh begini pun aku sudah dibayar". jadi, mereka kembali seperti semula 'guru' dengan metode CBSA. Bekerja atau tidak bekerja, toh mereka sudah dibayar. Yang penting siswa bisa memahami bahwa gaji guru memang tidak mencukupi kebutuhan hidup secara wajar. 

Salah satu orang yang berKarakter guru adalah Ki Hajar Dewantoro yang meletakkan tiga fondasi pendidikan yang adiluhur, ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karsa, dan tut wuri handayani.  Namun demikian, ada banyak contoh yang lebih dari sekadar Ki Hajar, yakni para guru di pedalaman Kalimantan dan Irian Jaya. Namun demikian, Ki Hajar tidk atau belum pernah ke Papua, Kalimantan, Sulawesi, dan tempat-tempat 'wingit' tak tersentuh pendidikan dan peradaban.


bersambung ....


Jumat, 30 Oktober 2009

GURU SEKSI DI PLPG


Wah ... wah ... Itu komentar pertama ketika mencermati peserta PLPG (Pendidikan dan Latihan Profesi Guru) yang notabene guru Republik Indonesia, yang karena banyak yang harus dipelajari lagi supaya menjadi guru profesional yang artinya mendapat tunjangan profesi guru.

yang terjadi di lapangan, guru Peserta PLPG banyak yang berpakaian yang tidak selayaknya dipakai oleh guru (seperti ilustrasi tulisan ini). Memang mereka membungkus tubuh mereka dengan pakaian, kerudung juga. Akan tetapi, kalau celana hitam itu, hem putih itu, ketat membungkus tubuh mereka apa yang terjadi di benak murid? Apalagi kerudung itu hanya untuk membungkus kepala dan leher, sedang dada mereka menonjol dibiarkan mengelembung... apa ini tidak lebih menarik?

Bagaimana UMS? Apa tidak ada tindakan yang lebih Islam?

 

Senin, 19 Oktober 2009

GURU KORBAN SERTIFIKASI BERJATUHAN


Sungguh biadab, mungkin demikian sungut para guru yang tidak lulus sertifikasi dan harus mengikuti PLPG selama tujuh hari. Akhir PLPG cerita terus berlanjut. Tidak lulus dan tidak lulus lagi. Fustrasi! Berat menanggung beban malu tidak menjadi GURU PROFESIONAL dengan tunjangan profesi satu juta lima ratus (untuk guru swasta) dan gaji pokok (PNS).

Wah, sudah tiwas menghara-harap lulus, kenyataannya tidak lulus juga. akhirnya buka baju di kelas PLPG. Mending yang buka baju si manohara, kalau yang satu ini justru MEMUAKKAN!

Selasa, 16 Juni 2009

Guru adalah Seniman



Kebanggaan atas sebuah profesi kadang-kadang tidak bisa diukur dengan uang. Seorang seniman misalnya, tidak akan pernah karyanya hanya dinilai oleh uang, meskipun dia tidak menolak lukisannya dibeli dengan uang dengan nominal tertentu. Demikian pula guru.

Profesi guru sama dengan profesi seniman. Tangan-tangannya tidak akan pernah berhenti bekerja untuk menghasilkan karya seni, seperti Habibie, Soekarno, Soeharto, Natsir, Agus Salim, Ki Hajar Dewantoro, dan semiliar lebih manusia pintar dan cerdas di muka bumi ini. Guru tidak pernah berhenti untuk berharap bahwa suatu ketika muridnya akan mampu mengubah wajah dunia seperti Einstein.

Sisi cerlang-cemerlang guru yang lain adalah dia tidak ingin dan tidak akan berharap bahwa muridnya akan menyebutnya di depan masyarakat cerdik di dalam simposium, seminar, dan kongres. Dia tidak sepicik itu. Itulah mentalitas guru. Guru yang benar. Guru yang mengajarkan ilmu dan kehidupan kepada murid-muridnya, dan bukan mengejar uang.

Analogi: jika kita selama ini menerima tawaran untuk minum teh, kopi, susu, dan makan makanan yang enak-enak, mengapa ketika menjadi guru kita tidak menolak untuk minum racun dan makan akar pasakbumi? Mengapa guru menenggelamkan dirinya pada rawa-rawa kehidupan yang banyak lintahnya?

Senin, 15 Juni 2009

Guru yang bukan guru

Baru saja pengumuman kelulusan Ujian Nasional bagi siswa SMA, MA, dan SMK. Seperti biasa: ada yang menangis karena lulus, ada yang menangis dan mengutuk gurunya karena tidak lulus, ada yang teriak-teriak (gila, kali), ada yang loncat-loncat, dan yang seronok ada yang merayakannya dengan pesta sex bebas dan minum minuman air api. Benar-benar dahsyat!

Padahal waktu bagi mereka masih panjang. Mereka harus kuliah (jika punya uang dan ingin merancang masa depan supaya tidak menjadi antek neo-liberalisme dan kapitalisme); mereka harus bekerja karena orang tua memang mewariskan kemiskinan dan kepayahan; dan mereka harus menyerah pada nasib: menikah, karena pacarnya hamil lewat kredit dan kartu ATM. Mereka harusnya berpikir bahwa hidup ini tidak hanya hari ini, tetapi masih ada hari esok, esok, dan esoknya lagi.

Tapi, itulah!

Mereka mencoret-coret baju. Gurunya ikut mencoret-coret di bagian dada siswa putri. Wah, ini mesti guru favorit ya!

Selasa, 26 Mei 2009

Guru DAN PEmiLu

Pemilihan presiden yang terhormat segera dimulai. Semua calon Presiden mendatangi calon pemilihnya, mulai dari pesantren, pasar, wong ndeso, sampai sekolah dasar. Semua didatangi yang tentunya membawa oleh-oleh atau selembar kertas sebagai sumbangan. Lucu juga ya ....

Tinggallah sang guru harap-harap cemas, cemas harap-harap. Namun, SBY sebagai bekas Presiden yang mencalonkan presiden (dulu pernah ngomong kalau dia mau jadi presiden sekali saja, eh .. keterusan....) lagi sudah menggenggam kartu truf, memegang leher guru (TK, SMP, SMA) dan dosen, yang tentunya jika dia tidak terpilih, yakh TAMATLAH SUDAH RIWAYAT DANA SERTIFIKASI KESEJAHTERAAN.

Jadi, berhati-hatilah para guru dan dosen. Ndak nyontreng SBY ya silakan mimpi aja!



Jumat, 22 Mei 2009

SERTIFIKASI DAN NASIB GURU: SEBUAH DAGELAN

 
Dana profesi untuk guru sudah turun. tentu ini berita yang sangat menarik. Tiap semester ada dana Rp 8.550.000. jika ini dikalikan sejak kelulusan = Rp 25.juta lebih. wah: sepeda motor, cicilan rumah, terbayar sudah! 

Dampak dari penurunan dana ini adalah KECEMBURUAN. kATA orang Jawa mah : ANAK E WONG AKEH ha ha ha

Selasa, 12 Mei 2009

GuRU dan DEMo


Sekarang ini guru dan demo seakan tidak bisa dipisahkan.
Di mana-mana guru mendemo:
karna perut lapar
karna utang
karna cicilan belum dibayarkan
karna kriditan tidak lunas-lunas
karna anak sakit demam
karna dapur sudah dua hari tidak berasap
karna kesejahteraan yang dijanjikan tidak turun-turun

harga barang-barang kebutuhan naik
harga tidak kenal kompromi
anggota dewan menyelingkuhi para waiters dan cadii.


Para guru tidak kehabisan materi demo.
Semua didemo.
(Sementara mbah Guru hanya mlongo:
"kok begitu ya mental guru.
Kalau tidak mau gaji sedikit mepet,
kalau tidak mau kesejahteraannya disunat sana dan sini,
kalau tidak mau miskin
kalau tidak mau berpuasa seminggu dua kali,
ya jangan jadi guru")

Di jalan-jalan protokol
para guru memasang spanduk:
Mana janjimu, pak menteri
katanya mau menyejahterakan kami
dengan memberi tunjangan melalui sertifikasi
supaya kami setara dengan masyarakat di atas ambang kemiskinan.
Angkat kam
i menjadi pegawai negeri
untuk lebih konsentrasi mendidik anak-anak negeri
supaya menjadi menteri (dan menyengsarakan kami).

Mbah guru geleng-geleng kepala:
"Lha wong menjadi guru itu hanya pilihan
antara kere dan miskin
yang penting pengabdian yang tulus.
Kalau sudah memakai kata 'mengabdi'
mbok ya jangan ngomel, nggrundel, demo nyeret anak dan istri.
Kalau tidak mau miskin ya jangan jadi guru.
ganti profesi: menteri, anggota dewan, tukang pukul, debt collector,
tukang kredit, juragan trasi atau krupuk,
atau membuka SA-LON saja, sambil miara ayam bangkok.
Wah.. wah sudah-sudah.
Jadi guru jangan suka menuntut
yang namanya rejeki itu rahasia Allah, ndak usah diburu, gitu lho!

Minggu, 03 Mei 2009

SERTIFIKASI


Demam sertifikasi hampir berlalu. Masyarakat guru sudah banyak yang mendapat sertifikasi alias diakui sebagai guru (yang kemarin bukan guru karena tanpa sertifikasi) dan harap-harap cemas menunggu kucuran dana yang akan menyejahterakan guru dengan tambahan 1 kali gaji pokok. Rencana penggunaan dana pun dirancang: membangun rumah, kredit rumah, kredit sepeda motor, beli sepeda baru, beli tanah, membiayai pendidikan anak yang mau menjadi mahasiswa lewat UM, mencari istri baru (simpanan), atau membeli/kredit mobil, dan lain-lain.

Bulan demi bulan lewat sudah. Dana kesejahteraan belum juga ada tanda-tanda turun dari langit; sementara yang lain sudah mulai turun, khususnya yang berasal dari Diknas. Guru dari Departemen Agama sampai sekarang baru 0,001 persen yang turun. Kasak-kusuk mulai bermunculan. Ada yang mengatakan orang Depag kan udah ngerti caranya tobat, jadi ya dananya digandakan dulu he he he

Jumat, 01 Mei 2009

SANG GURU




Guru adalah sosok yang ... di zaman dulu: diGUgu lan ditiRU. Zaman terus berkembang, kemudian kata guru dipahami sebagai waGU lan saRU, kalau mingGU tuRU, sekarang apa? Banyakkegiatan yang dilakukan oleh guru, di antaranya demo, ikut ngejar sertifikat dan pangkat, gampang mukul dan memaki dan nendang, mudah pula mutung (patah semangat), tidak lupa guru juga sudah terlalu sering membolos. Alasannya mencari tambahan dengan mencangkul sawah.

Guru juga sering kerja sambilan dengan mengojek, makelaran, dan menjual jasa yang lain. Asal dikerjakan di luar jam mengajar anak-anak, itu sah-sah saja! Toh materi pelajaran yang diberikan ke anak-anak juga yang itu-itu aja. Sekarang sih istilahnya KTSP (Kurikulum Terserah Si Pengajar). Mau apa lagi! Nasib guru memang rada-rada aneh. Profesi satu ini bisa menghasilkan dokter, tukang insinyur, mekanik, atau apa pun kemauan Anda. Tapi selalu seperti sediakala, nasib guru tidak akan lebih baik dari yang dihasilkannya.

Di IPTN, di Pertamina, di perbankan, di pajak, di .... semua digaji (upah) dengan nilai yang sangat-sangat membuat takjub guru, sementara guru tetap menjadi pecundang. Alasan bahwa pekerjaan guru itu ringan sungguh sangat melecehkan. Guru selalu berpikir 24 jam sehari, artinya: dalam tidur pun guru berpikir bagaimana memandaikan murid-muridnya, mencari peluang-peluang teori praktis untuk memecahkan matematika, mengkreasikan masa depan si anak didik supaya berhasil hidupnya. Sungguh, di dunia ini tidak ada guru yang bercita-cita menjerumuskan murid putri ke lembah prostitusi, pembantu rumah tangga, TKI, atau apa pun pekerjaan yang tidak dianggap oleh masyarakat. Sungguh! Tidak ada guru di muka bumi ini yang mendidik anak muridnya menjadi perampok, penjambret, koruptor, atau penghuni neraka. Meskipun kenyataannya banyak anak didik yang menjadi koruptor, perampok, tukang todong, dan sebagainya.

Yakin seyakin-yakinnya itu adalah bagian dari kehidupan (nasib). Namun demikian, harus dipahami bahwa guru selalu mengajari muridnya bagaimana tetap eksis di dunia yang carut-marut ini. Bagaimana menjalani kehidupan, baik dengan ilmu sekolahan maupun tidak. Guru tidak akan berharap kepada muridnya yang paling goblog di kelas menjadi pecundang. Tidak ada guru yang seperti itu.

Masyarakat harus menyadari semua orang besar di Indonesia ini adalah produk cerdasnya guru, hasil dari jerih-payah guru. Guru yangmenyadari profesinya, pasti akan menolak pernyataan bahwa guru tidak sejahtera. Guru adalah seniman. Guru akan merasa bangga kalau hasil karyanya dikenal masyarakat, dihargai oleh masyarakat kerja/ industri, serta diposisikan sebagai karya seni yang tidak bisa dinilai dengan uang.