HUBUNGI AKU DI 0818253301 atau 08567893775 Sang Guru Erotis: Mei 2009
BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Selasa, 26 Mei 2009

Guru DAN PEmiLu

Pemilihan presiden yang terhormat segera dimulai. Semua calon Presiden mendatangi calon pemilihnya, mulai dari pesantren, pasar, wong ndeso, sampai sekolah dasar. Semua didatangi yang tentunya membawa oleh-oleh atau selembar kertas sebagai sumbangan. Lucu juga ya ....

Tinggallah sang guru harap-harap cemas, cemas harap-harap. Namun, SBY sebagai bekas Presiden yang mencalonkan presiden (dulu pernah ngomong kalau dia mau jadi presiden sekali saja, eh .. keterusan....) lagi sudah menggenggam kartu truf, memegang leher guru (TK, SMP, SMA) dan dosen, yang tentunya jika dia tidak terpilih, yakh TAMATLAH SUDAH RIWAYAT DANA SERTIFIKASI KESEJAHTERAAN.

Jadi, berhati-hatilah para guru dan dosen. Ndak nyontreng SBY ya silakan mimpi aja!



Jumat, 22 Mei 2009

SERTIFIKASI DAN NASIB GURU: SEBUAH DAGELAN

 
Dana profesi untuk guru sudah turun. tentu ini berita yang sangat menarik. Tiap semester ada dana Rp 8.550.000. jika ini dikalikan sejak kelulusan = Rp 25.juta lebih. wah: sepeda motor, cicilan rumah, terbayar sudah! 

Dampak dari penurunan dana ini adalah KECEMBURUAN. kATA orang Jawa mah : ANAK E WONG AKEH ha ha ha

Selasa, 12 Mei 2009

GuRU dan DEMo


Sekarang ini guru dan demo seakan tidak bisa dipisahkan.
Di mana-mana guru mendemo:
karna perut lapar
karna utang
karna cicilan belum dibayarkan
karna kriditan tidak lunas-lunas
karna anak sakit demam
karna dapur sudah dua hari tidak berasap
karna kesejahteraan yang dijanjikan tidak turun-turun

harga barang-barang kebutuhan naik
harga tidak kenal kompromi
anggota dewan menyelingkuhi para waiters dan cadii.


Para guru tidak kehabisan materi demo.
Semua didemo.
(Sementara mbah Guru hanya mlongo:
"kok begitu ya mental guru.
Kalau tidak mau gaji sedikit mepet,
kalau tidak mau kesejahteraannya disunat sana dan sini,
kalau tidak mau miskin
kalau tidak mau berpuasa seminggu dua kali,
ya jangan jadi guru")

Di jalan-jalan protokol
para guru memasang spanduk:
Mana janjimu, pak menteri
katanya mau menyejahterakan kami
dengan memberi tunjangan melalui sertifikasi
supaya kami setara dengan masyarakat di atas ambang kemiskinan.
Angkat kam
i menjadi pegawai negeri
untuk lebih konsentrasi mendidik anak-anak negeri
supaya menjadi menteri (dan menyengsarakan kami).

Mbah guru geleng-geleng kepala:
"Lha wong menjadi guru itu hanya pilihan
antara kere dan miskin
yang penting pengabdian yang tulus.
Kalau sudah memakai kata 'mengabdi'
mbok ya jangan ngomel, nggrundel, demo nyeret anak dan istri.
Kalau tidak mau miskin ya jangan jadi guru.
ganti profesi: menteri, anggota dewan, tukang pukul, debt collector,
tukang kredit, juragan trasi atau krupuk,
atau membuka SA-LON saja, sambil miara ayam bangkok.
Wah.. wah sudah-sudah.
Jadi guru jangan suka menuntut
yang namanya rejeki itu rahasia Allah, ndak usah diburu, gitu lho!

Minggu, 03 Mei 2009

SERTIFIKASI


Demam sertifikasi hampir berlalu. Masyarakat guru sudah banyak yang mendapat sertifikasi alias diakui sebagai guru (yang kemarin bukan guru karena tanpa sertifikasi) dan harap-harap cemas menunggu kucuran dana yang akan menyejahterakan guru dengan tambahan 1 kali gaji pokok. Rencana penggunaan dana pun dirancang: membangun rumah, kredit rumah, kredit sepeda motor, beli sepeda baru, beli tanah, membiayai pendidikan anak yang mau menjadi mahasiswa lewat UM, mencari istri baru (simpanan), atau membeli/kredit mobil, dan lain-lain.

Bulan demi bulan lewat sudah. Dana kesejahteraan belum juga ada tanda-tanda turun dari langit; sementara yang lain sudah mulai turun, khususnya yang berasal dari Diknas. Guru dari Departemen Agama sampai sekarang baru 0,001 persen yang turun. Kasak-kusuk mulai bermunculan. Ada yang mengatakan orang Depag kan udah ngerti caranya tobat, jadi ya dananya digandakan dulu he he he

Jumat, 01 Mei 2009

SANG GURU




Guru adalah sosok yang ... di zaman dulu: diGUgu lan ditiRU. Zaman terus berkembang, kemudian kata guru dipahami sebagai waGU lan saRU, kalau mingGU tuRU, sekarang apa? Banyakkegiatan yang dilakukan oleh guru, di antaranya demo, ikut ngejar sertifikat dan pangkat, gampang mukul dan memaki dan nendang, mudah pula mutung (patah semangat), tidak lupa guru juga sudah terlalu sering membolos. Alasannya mencari tambahan dengan mencangkul sawah.

Guru juga sering kerja sambilan dengan mengojek, makelaran, dan menjual jasa yang lain. Asal dikerjakan di luar jam mengajar anak-anak, itu sah-sah saja! Toh materi pelajaran yang diberikan ke anak-anak juga yang itu-itu aja. Sekarang sih istilahnya KTSP (Kurikulum Terserah Si Pengajar). Mau apa lagi! Nasib guru memang rada-rada aneh. Profesi satu ini bisa menghasilkan dokter, tukang insinyur, mekanik, atau apa pun kemauan Anda. Tapi selalu seperti sediakala, nasib guru tidak akan lebih baik dari yang dihasilkannya.

Di IPTN, di Pertamina, di perbankan, di pajak, di .... semua digaji (upah) dengan nilai yang sangat-sangat membuat takjub guru, sementara guru tetap menjadi pecundang. Alasan bahwa pekerjaan guru itu ringan sungguh sangat melecehkan. Guru selalu berpikir 24 jam sehari, artinya: dalam tidur pun guru berpikir bagaimana memandaikan murid-muridnya, mencari peluang-peluang teori praktis untuk memecahkan matematika, mengkreasikan masa depan si anak didik supaya berhasil hidupnya. Sungguh, di dunia ini tidak ada guru yang bercita-cita menjerumuskan murid putri ke lembah prostitusi, pembantu rumah tangga, TKI, atau apa pun pekerjaan yang tidak dianggap oleh masyarakat. Sungguh! Tidak ada guru di muka bumi ini yang mendidik anak muridnya menjadi perampok, penjambret, koruptor, atau penghuni neraka. Meskipun kenyataannya banyak anak didik yang menjadi koruptor, perampok, tukang todong, dan sebagainya.

Yakin seyakin-yakinnya itu adalah bagian dari kehidupan (nasib). Namun demikian, harus dipahami bahwa guru selalu mengajari muridnya bagaimana tetap eksis di dunia yang carut-marut ini. Bagaimana menjalani kehidupan, baik dengan ilmu sekolahan maupun tidak. Guru tidak akan berharap kepada muridnya yang paling goblog di kelas menjadi pecundang. Tidak ada guru yang seperti itu.

Masyarakat harus menyadari semua orang besar di Indonesia ini adalah produk cerdasnya guru, hasil dari jerih-payah guru. Guru yangmenyadari profesinya, pasti akan menolak pernyataan bahwa guru tidak sejahtera. Guru adalah seniman. Guru akan merasa bangga kalau hasil karyanya dikenal masyarakat, dihargai oleh masyarakat kerja/ industri, serta diposisikan sebagai karya seni yang tidak bisa dinilai dengan uang.