HUBUNGI AKU DI 0818253301 atau 08567893775 Sang Guru Erotis: Juni 2009
BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Selasa, 16 Juni 2009

Guru adalah Seniman



Kebanggaan atas sebuah profesi kadang-kadang tidak bisa diukur dengan uang. Seorang seniman misalnya, tidak akan pernah karyanya hanya dinilai oleh uang, meskipun dia tidak menolak lukisannya dibeli dengan uang dengan nominal tertentu. Demikian pula guru.

Profesi guru sama dengan profesi seniman. Tangan-tangannya tidak akan pernah berhenti bekerja untuk menghasilkan karya seni, seperti Habibie, Soekarno, Soeharto, Natsir, Agus Salim, Ki Hajar Dewantoro, dan semiliar lebih manusia pintar dan cerdas di muka bumi ini. Guru tidak pernah berhenti untuk berharap bahwa suatu ketika muridnya akan mampu mengubah wajah dunia seperti Einstein.

Sisi cerlang-cemerlang guru yang lain adalah dia tidak ingin dan tidak akan berharap bahwa muridnya akan menyebutnya di depan masyarakat cerdik di dalam simposium, seminar, dan kongres. Dia tidak sepicik itu. Itulah mentalitas guru. Guru yang benar. Guru yang mengajarkan ilmu dan kehidupan kepada murid-muridnya, dan bukan mengejar uang.

Analogi: jika kita selama ini menerima tawaran untuk minum teh, kopi, susu, dan makan makanan yang enak-enak, mengapa ketika menjadi guru kita tidak menolak untuk minum racun dan makan akar pasakbumi? Mengapa guru menenggelamkan dirinya pada rawa-rawa kehidupan yang banyak lintahnya?

Senin, 15 Juni 2009

Guru yang bukan guru

Baru saja pengumuman kelulusan Ujian Nasional bagi siswa SMA, MA, dan SMK. Seperti biasa: ada yang menangis karena lulus, ada yang menangis dan mengutuk gurunya karena tidak lulus, ada yang teriak-teriak (gila, kali), ada yang loncat-loncat, dan yang seronok ada yang merayakannya dengan pesta sex bebas dan minum minuman air api. Benar-benar dahsyat!

Padahal waktu bagi mereka masih panjang. Mereka harus kuliah (jika punya uang dan ingin merancang masa depan supaya tidak menjadi antek neo-liberalisme dan kapitalisme); mereka harus bekerja karena orang tua memang mewariskan kemiskinan dan kepayahan; dan mereka harus menyerah pada nasib: menikah, karena pacarnya hamil lewat kredit dan kartu ATM. Mereka harusnya berpikir bahwa hidup ini tidak hanya hari ini, tetapi masih ada hari esok, esok, dan esoknya lagi.

Tapi, itulah!

Mereka mencoret-coret baju. Gurunya ikut mencoret-coret di bagian dada siswa putri. Wah, ini mesti guru favorit ya!